pagi itu
Dede dan ketiga temannya Aji, Fendi dan Sandi sedang berkumpul dikantin
sekolah. Mereka sedang asyik membicarakan sekolah tetangga.
“Hey sudah
lama kita enggak tauran-tauran. Kapan nich kita tauran lagi sama sekolah lain?”
kata Fendi.
“Akh Elo
hobbynya tauran mulu. Enggak kapok apa Elo waktu itu sudah dikasih peringatan
sama pak polisi.” respon Dede.
“Yah payah Elo De, masa baru ditegor segitu aja sudah kapok.
Bagi gue yang kemarin-kemarin hanya angin lalu saja. Enggak usah dihirauin.
Bagaimana mau apa enggak kita tauran lagi? Kalau mau, nanti besok gue buat
surat pernyataan perang ke sekolah tetangga.” Ajak Fendi.
Aji dan Sandi sangat setuju dengan ajakan Fendi. Namun, Dede
masih ragu-ragu.
“Bagaimana dengan Elo De, ikut apa enggak? Jangan bilang Elo
takut ya De,” Fendi mencoba kembali menghasut Dede.
“Enak aja siapa bilang gue takut. Tapi masalahnya…”
“Bilang aja Elo takut,” kata Fendi mengejek.
“Hhhmm oke gue mau,” Dede akhirnya terhasut oleh ajakan
Fendi.
“Bagus, semuanya sudah setuju. Sekarang tinggal menyiapkan
pasukan perang tambahan. Gue akan ajak teman-teman kita yang lain.”
Teng…teng
Terdengar bunyi bel sekolah yang menandakan waktu istirahat
telah habis. Semua siswa yang sedang asyik-asyiknya makan, terpaksa
meninggalkan makanannya. Begitupun dengan Dede dan kawan-kawan. Mereka menjeda
pembicaraan mereka dan segera kembali
menuju kelas.
* * *
Keesokan harinya ditengah cuaca panas, kedua kelompok pelajar
tersebut berkumpul membentuk dua kubu yang berlawanan. Ditangan mereka telah
dipersiapkan berbagai senjata, seperti balok kayu, gesper, dan batu. Fendi dan
kawan-kawan tampak sudah tidak sabar untuk menghajar.
Tatapan kebencian terlihat dari masing-masing kelompok. Tak
mau berbasa-basi lagi Fendi langsung memberikan aba-aba perang kepada
teman-temannya yang berada dibelakang.
“Seraaaannnggg!!!!!!!!!” teriak Fendi dengan lantang sambil
mengacungkan balok kayu ditangan kanannya.
Dengan segera mereka semua berlari untuk saling serang.
Hujan-hujan batu bertaburan. Suasana yang tadinya hening, sekejap berubah
menjadi medan perang. Pukulan demi pukulan terus terjadi.
Tidak sedikit dari mereka yang terluka. Lemparan batu,
sambatan gesper dan balok tidak bisa terelakan. Rasa sakit itu harus mereka
tahan sampai ada salah satu dari kelompok tersebut yang menyerah.
Para warga sekitar mencoba untuk melerai, baik dengan cara
yang halus bahkan cara kasar. namun, tidak berhasil. Mereka terus saja saling
menyerang tanpa henti. Suasana semakin memanas. Salah seorang siswa dari
sekolah lawan mulai kesal. Ia mengambil sebilah pisau tajam yang
disembunyikannya didalam seragamnya. Siswa tersebut langsung berlari menuju
Fendi sambil mengacungkan pisau tersebut. Fendi pun tak mampu untuk menghindar.
Sebilah pisau tersebut kemudian akhirnya menembus perut Fendi. Ia seketika
jatuh ditengah aspal. Jalanan itu penuh bersimpah darah. Suasana pun seketika
hening. Perkelahian tiba-tiba saja berhenti. Mereka terfokus melihat Fendi yang
terkapar. Dede dan kawan-kawan segera menghampiri Fendi.
“Semuanya mundur!!!!!” perintah sang ketua dari sekolah lawan
yang tidak lain adalah orang yang telah menusuk Fendi.
Dengan penuh rasa cemas, teman-teman Fendi mencoba meminta
tolong kewarga sekitar. Namun tak ada satu pun dari mereka yang mau
menolongnya. Dengan terpaksa mereka harus membawa sendiri. Karena jika tidak
cepat-cepat maka nyawa Fendi tidak akan terselamatkan.
* *
*
Dua hari kemudian kedua kelompok tauran itu, termasuk Dede,
Aji, dan Sandi langsung diperiksa oleh kepolisian setempat. Mereka hanya bisa
menunduk malu dan tak bisa berbuat apa-apa saat diintrogasi. Agar benar- benar
jera, polisi memberikan hukuman penjara bagi kedua kelompok tersebut selama
satu bulan enam hari. Sedangkan bagi sang pelaku penusukan dihukum enam tahun
penjara. Selain itu, mereka semua juga terpaksa dikeluarkan dari sekolahnya.
Disisi lain, Fendi sang profokator masih tak sadarkan diri di
rumah sakit akibat luka tusukan pisau tajam yang dideritanya.
Tauran, perkelahian, peperangan dan semua yang berhubungan
dengan kekerasan sama sekali tak ada manfaatnya. Itu semua hanya akan
menimbulkan korban serta kerusakan. Alangkah baiknya kita semua sebagai manusia
saling toleransi dan senantiasa selalu berdamai. Selesaikan setiap permasalahan
dengan cara baik-baik agar tidak ada lagi yang namanya perkelahian.
Karena damai itu indah.